SELAMAT BERKUNJUNG DI BLOG SAYA

Jumat, 25 Mei 2012

DAPATKAH BAHASA INDONESIA MENJADI BAHASA INTERNASIONAL?


OLEH : IKRAWATI
 


  Dapatkah bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional?
“Tentu dapat”. Semua bahasa bisa saja menjadi bahasa Internasional tergantung bagaimana cara pemerintah negara tersebut menjadikan bahasanya sebagai bahasa Internasional, karena merupakan suatu kebanggaan tersendiri apabila bahasa suatu bangsa dipakai oleh masyarakat Internasional. Sebagai bahasa yang tidak sedikit diminati oleh negara luar, negara Indonesia berpeluang untuk menjadi bahasa dunia. Akan tetapi, menjadikan bahasa sebagai bahasa Internasional harus memenuhi berbagai persyaratan. Sebagaimana halnya bahasa Inggris yang merupakan bahasa Internasional, Salah satu persyaratannya adalah bahasa tersebut harus digunakan dalam diplomasi dan perdagangan internasional, dan juga berperan besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Sebagai wilayah yang menjadi jalur perdagangan, bukan mustahil jika bahasa Indonesia menjadi bahasa perdagangan Internasional. Selain harus menjadi bahasa penyebaran ilmu pengetahun masyarakat dunia, bahasa diplomasi dan perdagangan masyarakat Internasional, syarat lainnya untuk menjadi bahasa Internasional adalah pemiliknya harus memiliki rasa percaya diri dan peduli terhadap bahasanya sendiri. Untuk itu, langkah utama yang harus dipenuhi agar bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional yaitu pemilik bahasa terutama masyarakat Indonesia harus berupaya membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar tidak punah dan tidak banyak terpengaruh oleh serapan bahasa Asing. Masyarakat Indonesia harus memegang semboyan “Jangan terlalu bangga berbahasa Asing tetapi banggalah barbahasa Indonesia dengan baik dan benar.”

       Selain itu, syarat suatu bahasa menjadi bahasa Internasional, harus banyak peminat dan pengguna bahasa tersebut. Upaya yang harus dilakukan agar bahasa Indonesia diminati dan banyak penggunanya, yaitu seperti kita ketahui bahwa di negara Indonesia memiliki banyak budaya yang unik yang banyak diminati oleh negara-negara luar sehingga banyak negara asing yang berkunjung di negara Indonesia. Dengan adanya peluang tersebut di negara Indonesia harus diterapkan anti kosa kata bahasa asing, maksudnya penggunaan kosa kata bahasa asing yang sering ditulis di pamflet-pamflet, maupun di pintu-pintu masuk harus di kurangi. Dengan demikian, orang-orang asing yang datang di Indonesia harus berusaha mempelajari bahasa Indonesia sehingga  bahasa Indonesia dapat diketahui banyak negara, serta peradaban bahasa Indonesia yang begitu unik dapat diminati oleh banyak negara.

Kamis, 24 Mei 2012

FRASA EKSOSENTRIS BAHASA MUNA


OLEH: IKRAWATI

FRASA EKSOSENTRIS BAHASA MUNA


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang

     Sebagian besar anak Indonesia lahir dan memulai kehidupannya sebagai anak daerah. Mereka berkembang dan belajar mengenali sekitarnya melalui bahasa daerahnya. Hal itu dapat dipahami sebagai suatu kenyataan bahwa di Indonesia terdapat berbagai suku bangsa dengan bahasa masing-masing. Bahasa-bahasa yang digunakan oleh masing-masing suku bangsa yang menempati wilayah republik Indonesia umumnya dikenal dengan nama bahasa daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa daerah berfungsi sebagai: 1) lambang kebanggaan daerah,  2) lambang identitas daerah, serta 3) alat penghubung dalam keluarga dan masyarakat daerah. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai 1) pendukung bahasa nasional, 2) sumber kebahasaan untuk memperkaya kosa kata bahasa Indonesia, serta 3) pendukung kebudayaan daerah.
Hidup dan berkembangnya suatu bahasa daerah tergantung pada masyarakat pemakainya (Hasan, 1992 : 43).
       Bahasa daerah bisa hidup dan berkembang, bahasa daerah juga bisa mati dan sirna apabila masyarakat pemakainya tidak berupaya membina dan mangambangkannya. Dijelaskan pula oleh Hasan bahwa bahasa daerah yang mati mungkin diminati sebagai kuriositas, sedangkan bahasa daerah yang hidup dan berkembang memiliki fungsi serbaguna sebagai medium pengungkapan pikiran dan penghayatan manusiawi.
     Sehubungan dengan pendapat Hasan, dalam kaitannya dengan pertumbuhan, pengembangan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah itu sendiri sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa daerah perlu diselamatkan, dipelihara, dibina dan dikembangkan. Oleh sebab itu penggalian, pencatatan dan penelitian yang efektif terhadap bahasa daerah perlu dilaksanakan dan ditingkatkan. Melalui penelitian yang akan dilaksanakan perlu dikumpulkan data dan informasi tentang bahasa daerah, yang dapat digunakan untuk pengembangan bahasa dan pengembangan sosial budaya pada umumnya yang sekaligus menunjang pembangunan nasional.
         Bahasa daerah Muna merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di Kabupaten Muna, Kota Raha, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penutur bahasa Muna tersebar di beberapa daerah, yang terdiri atas tiga dialek yaitu dialek standar dituturkan oleh masyarakat Tongkuno dan sekitarnya, dialek Gulamas dituturkan oleh masyarakat Muna Selatan dan dialek Tikep dituturkan oleh masyarakat Tiworo Kepulauan. Penelitian ini berlokasi di Desa Wambona Kecamatan Wakorumba Selatan yang merupakan penyebaran dari dialek standar.
        Berbagai upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah Muna guna pelestarian budaya dan keutuhannya, penelitian terhadap bahasa Muna telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain: (1) La Ino (1998) telah melakukan penelitian tentang Bentuk-Bentuk Proklitik Bahasa Muna yang Melekat pada Verba, (2) Laode Muh. Alifin (2001) telah meneliti tentang Afiks Pronomina Persona Ketiga Bahasa Muna, (3) La Unsa (2001) telah meneliti tentang Analisis Kategori Adverbia Bahasa Muna, (4) Nursina (2003) meneliti tentang Frasa Endosentris Bahasa Muna Dialek Gu- Mawasngka, (5) Muliana Samia (2002) meneliti tentang Perilaku Sintaksis Verba Bahasa Muna, (6) Zainuddin Sangka (2002) meneliti tentang Verba Turunan Bahasa Muna  (7) Hadirman (2006) meneliti tentang Pronomina Penunjuk Lokatif dalam Bahasa Muna, (8) Laode Sadia (2000) meneliti tentang Fungsi, Peran dan Kategori Kalimat Tunggal Bahasa Muna, (9) Musfirah (2005) meneliti tentang Analisis Fungsi-Fungsi Sintaksis Bahasa Muna Dialek Gu- Mawasangka, (10) Hasnah (2002) meneliti tentang Bentuk-Bentuk Pemarkah Ketunggalan Bahasa Muna Dialek Gu- Mawasangka. Dari sepuluh peneliti bahasa daerah Muna tersebut, masih banyak peneliti sebelumnya yang belum dicantumkan. Namun dari hasil observasi tentang penelitian bahasa daerah Muna, belum ada yang meneliti tentang “Frasa Eksosentris Bahasa Muna”. Oleh sebab itu, penelitian tentang  Frasa Eksosentris Bahasa Muna perlu dilakukan sebagai pelengkap penelitian sintaksis dalam bahasa Muna. Penelitian tentang Frasa Eksosentris Bahasa Muna ini relevan dengan penelitian  yang dilakukan sebelumnya yaitu ‘Frasa Eksosentris Bahasa Ciacia” yang diteliti oleh Rahman (2009) yang menjadi acuan dalam penelitian ini.
        Penelitian bahasa daerah dalam hal ini ”Frasa Eksosentris Bahasa Muna” sangat penting karena peran dan kehadirannya dalam percakapan sehari-hari sangat diperlukan yaitu dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya penutur bahasa daerah Muna dan masyarakat di luar penutur bahasa daerah Muna pada umumnya agar bahasa daerah Muna lebih diketahui dan lebih dikenal. Hal ini juga merupakan salah satu upaya pelestarian budaya daerah. Kekhasan yang lain, yaitu berdasarkan kategori/kelas kata yang mengisi frasa eksosentris bahasa Muna dibentuk oleh preposisi nomina dan konjungsi pronomina verba sehingga perlu untuk dikaji. Sebagai contoh, La Ali negholi kenta so datumunu (Ali membeli ikan untuk dibakar). Konstituen yang menjadi penanda frasa eksosentris adalah konstituen so datumunu. Konstituen so datumunu, baik konstituen so maupun konstituen datumunu tidak bisa menduduki fungsi keterangan  sebab kedua konstituen tersebut tidak berterima.
      Penelitian terhadap frasa eksosentris bahasa Muna juga dapat dijadikan sebagai bahan pembanding dengan frasa eksosentris bahasa Indonesia. Di sisi lain, penelitian bahasa Muna juga dapat memberikan kontribusi dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Muna yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.

1.1.2 Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah struktur  kategori/kelas kata yang mengisi frasa eksosentris bahasa Muna?

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
      Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur kategori/kelas kata yang mengisi frasa eksosentris bahasa Muna.

1.2.2 Manfaat Penelitian
        Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Membawa usaha penyelamatan, pembinaan dan pengembangan bahasa daerah.
2. Membawa usaha pelestarian budaya daerah.
3. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya.

1.3 Batasan Operasional
Dalam suatu penelitian, pemahaman dipandang sebagai suatu keharusan. Hal tersebut dimaksudkan  untuk mencegah penafsiran ganda yang terdapat dalam pembahasan penelitian. Adapun istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampuhi batas fungsi.
2. Struktur frasa adalah susunan frasa atau pola-pola frasa.
3. Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak berhulu atau tidak berpusat.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sintaksis
    Banyak ahli yang telah mengemukakan penjelasan atau batasan sintaksis. Ada yang mengemukakan bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi kalimat (Striger dalam Tarigan, 1986 : 5). Sintaksis juga merupakan analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikut sertakan bentuk-bentuk bebas. (Block and Trager dalam Tarigan, 1986 : 5). Menurut Ramlan dalam Tarigan (1986 : 5) sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frasa dan kalimat.  Dari keterangan dan batasan-batasan tersebut, Tarigan membuat batasan sebagai berikut. Sintaksis adalah salah satu cabang tatabahasa yang membicarakan struktur-struktur frasa, klausa, dan kalimat (Tarigan, 1986 : 6).
      Menurut Chaer (1994 : 206) sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai satu kesatuan ujaran.   Verhaar (2006 : 11) memberikan definisi sintaksis sebagai cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata dalam kalimat.
Ramlan dalam Konisi (2010 : 2) sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Dari berbagai definisi sintaksis tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis mengkaji tentang frasa, klausa dan kalimat.

2.2 Pengertian Frasa
       Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau nonpredikatif (Cook dalam Tarigan 1986 : 93).
Pendapat lain dikemukakan oleh Widjojosoedarmo (1987 : 331) frasa adalah satuan linguistik yang terdiri atas dua kata atau lebih dan yang selalu menjalankan satu fungsi dalam sebuah kalimat. Sebagai contoh, orang itu akan membeli tiga ekor ayam di Pasar. Dalam kalimat tersebut terdapat empat macam frasa, yakni 1) konstituen orang itu terdiri atas dua kata dalam kalimat tersebut yang hanya menduduki satu fungsi yaitu subyek yang merupakan frasa nomina, 2) konstituen akan membeli terdiri atas dua kata dalam kalimat tersebut yang hanya menduduki satu fungsi yaitu predikat yang merupakan frasa verba, 3) konstituen tiga ekor ayam terdiri atas tiga kata dalam kalimat tersebut yang hanya menduduki satu fungsi yaitu fungsi obyek yang merupakan frasa numeral, 4) konstituen di pasar terdiri atas dua kata dalam kalimat tersebut yang hanya menduduki satu fungsi yaitu fungsi keterangan yang merupakan frasa preposisi.
       Chaer (1994 : 222) menguraikan frasa sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa itu lebih dari sebuah kata. Kata yang dimaksudkan adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka pembentuk frasa itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat. Jadi, konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frasa, sedangkan konstruksi tata boga dan interlokal bukn frasa karena boga dan inter merupakan morfem terikat. Dari definisi itu juga terlihat bahwa frasa adalah konstruksi nonpredikatif. Ini berarti, hubungan kedua unsur yang membentuk frasa itu tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu, konstruksi adik mandi dan menjual sepeda bukan frasa; tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frasa. Chaer (1998 : 301) menambahkan bahwa frasa adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat.
       Frasa adalah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak (Parera, 2009:55). Sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Anggota pembentuk ialah bagian sebuah frasa yang terdekat atau langsung membentuk frasa itu. Sebagi contoh, Dokter tua bangka itu membaca buku cerita komik. Dalam kalimat tersebut, kata tua bngka merupakan perluasan dari unsur dokter, kata cerita komik merupakan perluasan terhadap unsur buku. Perluasan itu tidak terbentuk satu pola klausa. Jadi, dokter tua bangka adalah sebuah frasa, buku cerita komik adalah sebuah frasa pula. Jika perluasan kata tersebut dihilangkn, maka konstruksi kalimat tersebut menjadi dokter membaca buku.
Lain halnya dengan (Badudu dan Ramlan dalam Konisi, 2011 : 12) mengemukakan bahwa frasa merupakan  satuan bahasa yang terdiri atas dua konstituen atau lebih yang tidak melampauhi batas fungsi. Dari berbagai pendapat para ahli mengenanai frasa, dapat disimpulkan bahwa frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampauhi batas fungsi dalan sebuah kalimat.

2.3 Jenis-Jenis Frasa
      Dalam berbagai pendekatan, frasa dapat dikelompokan ke dalam beberapa jenis. Frasa dapat ditentukan jenisnya berdasarkan konstituen pembentuknya, pola urutannya, distribusinya, dan dapat pula ditentukan jenisnya berdasarkan kategori/kelas kata pembentuknya (Badudu dkk. dalam konisi, 2010 : 13). Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

2.3.1 Penjenisan Frasa Berdasarkan Jumlah Konstituen Pembentuknya
       Berdasarkan jumlah konstituen pembentuknya, frasa dapat dibedakan atas frasa yang terdiri atas satu konstituen pembentuk, dua konstituen pembentuk, dan dapat pula terdiri atas lebih dari dua konstituen pembentuk. Konstituen pembentuknya dapat berupa kata dan dapat pula berupa frasa (konisi, 2010 : 13).

2.3.2  Penjenisan Frasa Berdasarkan Pola Urutannya
Berdasarkan pola urutan, frasa dapat dibedakan atas frasa yang berpola urutan konstituen diterangkan (D) mendahului konstituen menerangkan (M) atau sebaliknya konstituen menerangkan (M) mendahului konstituen (D) (Alisjahbana dalam Konisi, 2010 : 14).
Konstituen diterangkan menjadi inti sebuah frasa sedangkan konstituen menerangkan menjadi atribut atau penjelas sebuah frasa. Karena itu, pola DM adalah sebuah pola urutan dalam sebuah frasa yang menempatkan konstituen diterangkan (D) mendahului konstituen menerangkan (M). Sebagai contoh frasa gemuk sekali. Konstituen gemuk sekali memiliki inti atau unsur pusat gemuk, sedangkan konstituen sekali merupakan konstituen atribut atau penjelas. Sebaliknya, pola MD adalah sebuah pola dalam frasa yang menempatkan konstituen menerangkan (M) mendahului konstituen (D). Sebagai contoh frasa sedang berolahraga. Konstituen sedang merupakan atributif atau penjelas, sedangkan konstituen berolahraga merupakan inti dari frasa tersebut.

2.3.3 Penjenisan Frasa Berdasarkan Kategori/Kelas Kata
      Berdasarkan kategori atau kelas kata pembentuknya, frasa dapat dibedakan atas konstituen yang diisi atau dibentuk. Kata yang berkategori atau berkelas kata utama meliputi: verba, nomina, adjektiva, dan numeralia.
Sedangkan kelas kata yang berkategori kelas kata perangkai meliputi preposisi dan konjungsi. Frasa yang diisi oleh kata yang berkategori kelas kata utama menjadi inti frasa dan frasa yang diisi oleh kata yang berkategori kata perangkai menjadi perangkai frasa (Konisi, 2010 : 14). Berdasarkan konstituen inti, kategori frasa terbagi atas:

1) Frasa Nomina
Frasa nomina adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa kata benda (Konisi, 2010:14). Sebagai contoh frasa sepatu baru dan gadis cantik. Frasa sepatu baru yang menjadi konstituen inti adalah konstituen sepatu, sedangkan yang menjadi konstituen atribut atau penjelas adalah konstituen baru dan frasa gadis cantik yang menjadi konstituen inti adalah konstituen gadis sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen cantik.

2) Frasa Adjektiva
Frasa adjektiva adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa kata sifat ( Konisi, 2010 : 15). Sebagai contoh frasa baik sekali dan sangat indah. Frasa baik sekali, konstituen yang menjadi unsur pusat adalah konstituen baik, sedangkan konstituen sekali menjadi konstituen atribut. Frasa sangat indah yang menjadi konstituen inti adalah konstituen indah, sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen sangat.

3) Frasa Verba
Frasa verba adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa kata kerja (Konisi, 2010 : 15). Sebagai contoh frasa berlari cepat dan sedang membaca. Frasa berlari cepat yang menjadi konstituen inti adalah konstituen berlari, sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen cepat. Frasa sedang membaca yang menjadi konstituen inti adalah konstituen membaca, sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen sedang.
4) Frasa Numeral
Frasa numeral adalah frasa yang unsur pusatnya atau yang menjadi intinya berupa kata bilangan (Konisi, 2010 : 15). Sebagai contoh frasa dua ekor dan empat biji. Frasa dua ekor yang menjadi konstituen inti adalah konstituen dua, sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen ekor. Frasa empat biji yang menjadi konstituen inti adalah konstituen empat, sedangkan yang menjadi konstituen atribut adalah konstituen biji.
Berdasarkan konstituen perangkai (relator), frasa dibedakan atas :

1) Frasa Preposisi
Frasa preposisional adalah frasa yang perangkainya menduduki posisi di depan sumbuhnya. Frasa ini diawali oleh preposisi sebagai perangkainya, diikuti oleh nomina atau frasa nomina (Konisi, 2010 : 15). Sebagai contoh frasa di kebun dan dari rumah Konstituen di pada frasa di Kebun merupakan preposisi, sedangkan konstituen kebun berupa kata benda. Frasa dari rumah yang menjadi unsur preposisi adalah konstituen dari, sedangkan konstituen yang menjadi kata benda adalah konstituen rumah.

2) Frasa Konjungsi
Frasa konjungsional adalah frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata penghubung sebagai penanda diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat (Colin Widi Widawati 2010, 24 Juni 2012).
Sebagai contoh frasa sampai bertemu dan untuk Anda. Frasa sampai bertemu yang menjadi unsur konjungsi adalah konstituen sampai, sedangkan konstituen bertemu berupa kata kerja. Frasa untuk Anda yang menjadi unsur konjungsi adalah konstituen untuk, sedangkan konstituen Anda berupa pronomina.

2.3.4 Penjenisan Frasa Berdasarkan Distribusi Konstituen
Berdasarkan distribusi konstituen dalam kalimat, frasa dapat dibedakan atas dua jenis yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Penjelasan kedua frasa tersebut adalah sebagai berikut.

2.3.4.1  Frasa Endosentris
Frasa endosentris adalah frasa yang konstituen intinya berkategori sama dengan kategori seluruh frasa. Frasa endosentris dibedakan atas tiga kategori, yaitu (1) frasa endosentris koodinatif, (2) frasa endosentris atributif, dan (3) frasa endosentris apositif (Konisi, 2010 : 18). Penjelasan ketiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.

1) Frasa Endosenris Koordinatif
         Frasa endosentris koodinatif adalah frasa yang konstituen-konstituennya memiliki kedudukan setara. Frase endosentris koordinatif dapat diisi oleh kategori nomina, verba, dan  adjektiva seprti contoh berikut.
(1) Sampaikan hormat saya kepada ibu bapak
Konstituen frasa yang dicetak miring pada konstruksi (1) merupakan inti sehingga dapat berdistribusi sama dengan distribusi seluruh frasa. Dengan demikian frasa pada kontruksi (1) dapat diuraikan sebagai berikut.
(1a) Sampaikan hormat saya kepada ibu atau sampaikan hormat saya kepada bapak.

2) Frasa Endosentris Atributif
           Frasa endosentris yang atributif memiliki anggota yang kedudukanmya tidak sama. Ada anggota frasa yang menduduki konstituen inti dan ada anggota frasa yang berposisi sebagai atribut (bukan inti). Sebagai contoh.
(1) Tukang itu membuat kursi kayu
Konstituen inti dari frasa tersebut adalah kata kursi, sedangkan kata kayu merupakan atribut. Selengkapnya, dapat dilihat berikut ini.
(1a) Tukang itu membuat kursi
           *Tukang itu membuat kayu

3) Frasa Endosentris Apositif
              Frasa endosentris apositif mirip dengan frasa endosentris atributif. Konstituen penjelas adalah frasa yang apositif. Konstituen apositif meurpakan konstituen yang berkedudukan sebagai penjelas tambahan. Dalam pengucapan, konstituen yang bertindak sebagai tambahan itu ditandai oleh jeda sebagai pembatas inti dan tambahan. Dalam bahasa tulis, pembatas itu ditandai oleh tanda koma.
 Contoh :
(1) Muhammad, nabi yang terakhir itu, wafat di Madinah.
(2) Kendari, ibukota propinsi sulawesi tenggara memiliki wilayah yang luas.
Konstituen yang dicetak miring tergolong frasa endosentris aposotif sehingga dapat saling mengganti.
(1a) Muhammad wafat di Madinah
(1b) Nabi yang terakhir itu wafat di Madinah
(2a) Kendari memiliki wilayah yang luas
(2b) Ibu kota Provinsi Sultra memiliki wilayah yang luas

2.3.4.2 Frasa Eksosentris
Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak berhulu atau berpusat (Cook dalam Tarigan, 1986: 94). Menurut (Konisi, 2010 : 16) Frasa eksosentris adalah frasa yang konstituen pusatnya tidak dapat berdistribusi sama dengan frasa yang dibentuknya. Frasa eksosentris dapat juga disebut frasa yang tidak memilki hulu/induk/inti/pusat. Kategori/kelas kata yang mengisi frasa eksosentris biasanya berupa preposisi dan konjungsi.
Frasa preposisi merupakan frasa yang terdiri atas preposisi dan konstituen lain berupa nomina. Seperti contoh berikut.
(1)  Perkara itu telah dibawa ke meja hijau
Dari contoh tersebut dapat diketahiu bahwa baik komponen ke maupun komponen meja hijau tidak dapat mengisi fungsi keterangan sebab konstruksi tersebut tidak berterima.
(1a)  * Perkara itu telah dibawa ke
(1b)  * Perkara itu telah dibawa meja hijau
Sedangkan frasa konjungsi merupakan frasa yang terdiri atas konjungsi dan konstituen lain berupa nomina/pronomina. Seperti contoh berikut.
(1)  Kain ini saya beli untuk ibu saya
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa baik komponen untuk maupun komponen ibu saya tidak dapat mengisi fungsi objek, sebab konstruksi tersebut tidak berterima.
(1a)  *  kain ini saya beli untuk
(1b)  * kain ini saya beli ibu saya
Lain halnya dengan Usup, dkk. (1981 : 127) membagi frasa eksosentris atas tiga jenis yaitu frasa eksosentris direktif, frasa eksosentris non direktif, dan frasa eksosentris konektif.

1) Frasa Eksosentris Direktif
Frasa eksosentris direktif adalah frasa yang komponen pertamanya adalah berupa preposisi, seperti di, ke, dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Sebagai contoh frasa di gunung dan frasa dari besi, komponen pertamanya adalah preposisi sedangkan komponen keduannya berupa nomina.

2) Frasa Eksosentris Nondirektif
Frasa eksosentris nondirektif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa partikel, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kaum; sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, adjektiva dan verba. Sebagai contoh frasa si miskin dan frasa sang mertua, komponen pertamanya berupa partikel, sedangkan komponen keduanya berupa adjektifa dan nomina.

3) Frasa Eksosentris Konektif
Frasa eksosentris konektif adalah frasa yang salah satu unsurnya sebagai konektor atau penghubung unsur lain. Sebagai contoh frasa segera mandi. Komponen pertamanya berupa penghubung, sedangkan komponen keduannya berupa verba.

2.4 Struktur Frasa
Struktur frasa adalah susunan frasa atau pola-pola frasa. Setiap jenis frasa memiliki struktur yang berbeda-beda (Konisi, 2010 : 19). Struktur tersebut dapat dikemukakan sebagai berikkut.

2.4.1  Struktur Frasa Nominal
       Struktur frasa nominal merupakan frasa yang konstituen pusatnya atau konstituen intinya berupa nomina atau frasa nominal. Frasa ini bersifat koordinatif, atributi dan apositif.
Frasa nomina koordinatif beranggotakan dua konstituen pusat atau lebih yang semuanya merupakan nomina atau frasa nomina. Frasa nomina atributif memiliki inti berupa nomina atau frasa nominal. Atributifnya berada disebelah kiri atau disebelah kanan inti tersebut.
Dalam frasa nominal, atributifnya dapat berupa :
1) Adjektiva, misalnya sepatu hitam, kacang merah
2) Partikel, misalnya si pengecut, sang raja
3) Nomina, misalnya meja kayu, halaman rumah saya
4) Verba, misalnya orang berjalan, padi menguning
5) Numeralia, misalnya lima saudara, lima anak
6) Preposisi, misalnya orang di jalan, padi di ladang
7) Konjungsi misalnya sampai sore hari, uang untuk kontrak rumah (Konisi, 2010 : 19).

2.4.2  Struktur Frasa Verbal
       Frasa verbal memiliki konstituen inti verba atau frasa verba. Frasa verba itu dapat bersifat koordinatif dapat pula bersifat atributuf. Frasa verbal koordinatif terdiri atas dua konstituen inti atau lebih yang semuanya berkategori verba atau frasa verba.
Frasa verba atributif dapat berupa:
1) Verba, misalnya pulang memasak, belajar menari
2) Adjektiva, misalnya berlari cepat, berjalan lambat
3) Preposisi, misalnya memasak di dapur, pulang dari sekolah
4) Konjungsi, misalnya berlari dengan cepat, menyelam sambil menangkap ikan
5) Adverbia, misalnya akan pulang, ingin bersantai ria (Konisi, 2010 : 20).

2.4.3  Struktur Frasa Adjektival
Struktur frasa adjektival dapat bersifat koordinatif dan ada pula yang atributif. Frasa adjektival koordinatif semua konstituen pusatnya berupa adjektiva yang ditandai oleh relator.. Sebagai contoh tinggi besar, besar kecil, dan tua muda (Konisi, 2010 : 21).

2.4.4 Struktur Frasa Numeral
      Frasa ini beranggotakan numeral sebagai konstituen pusat. Frasa numeral yang koordinatif tampak seperti dalam ucapan aba-aba, misalnya satu, dua, tiga, dst. Dalam frasa numeral yang atributif, konstituen atributifnya berupa kata bantu bilangan, misalnya dua biji, tiga utas, sepuluh lembar (Konisi, 2010 : 21).

2.4.5 Struktur Frasa Preposisi
Struktur frasa preposisional lazim dicirikan sebagai kategori yang hanya diikuti oleh nomina atau frasa nominal, seperti kepada ibu, ke sekolah, ke pasar, dari kampus, dsb (Konisi, 2010 : 21).

2.4.6 Struktur Frasa Konjungsi
Struktur frasa konjungsional biasanya diisi oleh konjungsi dan kategori/kelas kata lain yang mendampinginya. Kategori/kelas kata yang mendampinginya dapat berupa:
1) Nomina, misalnya dengan cangkul, untuk ibu,
2) Adjektiva, misalnya dengan ramah, dengan cepat,
3) Numeralia, misalnya sampai seratus, mulai seribu (Konisi, 2010 : 22



BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
      Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Maksud dari metode ini bahwa penelitian ini dilakukan seobjektif mungkin dan didasarkan semata-mata kepada fakta sesuai dengan kenyataan di lapangan.

3.1.2 Jenis Penelitian
    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu peneliti langsung ke lapangan untuk memperoleh data sesuai dengan masalah penelitian.

3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
        Data dalam penelitian ini adalah bahasa lisan. Data ini berupa tuturan (frasa, klausa, dan kalimat) yang dituturkan oleh penutur asli bahasa Muna di Desa Wambona Kecamatan Wakorumba Selatan Kabupaten Muna yang diperoleh dari informan di lapangan.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data lisan yang berasal dari informan yang menuturkan bahasa Muna yang telah memenuhi syarat atau kriteria. Syarat kriteria yang dimaksudkan meliputi:
1.) Penutur asli yang berdomisili di lokasi penelitian.
2.) Jarang meninggalkan daerah atau lokasi penelitian dalam waktu yang terlalu lama
3.) Saling memahami antara peneliti dan informan.
4.) Sabar dan memiliki waktu yang cukup untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini, digunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak setiap pembicaraan informan. Metode cakap yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data lisan dengan cara mengadakan kontak langsung dengan informan. Kontak langsung yang dimaksudkan adalah kontak langsung secara verbal.


3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam digunakan dengan pertimbanmgan bahwa data yang diteliti berupa data lisan. Teknik ini menggunakan alat bantu tape recorder. Selain teknik rekam, digunakan pula teknik catat yang digunakan sebagai koreksi terhadap hasil rekaman yang kurang jelas.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
3.4.1 Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan struktural yakni peneliti berupaya memberikan gambaran secara objektif tentang frasa eksosentris bahasa Muna yang dikaji dengan melihat struktur frasa tersebut yang meliputi kategori/kelas kata yang mengisi frasa eksosentris bahasa Muna.

4.4.2  Teknik Analisis Data
Berdasarkan metode analisis data di atas, maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis Pilah Unsur Langsung (PUL). Teknik pilah unsur langsung yaitu memilah data berdasarkan satuan lingual menjadi beberapa bagian atau unsur. Teknik ini dianalisis dengan menggunakan teknik kajian menurun (top down).


DAFTAR PUSTAKA


Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press.
Chaer, A. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, A. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Hasan, Fuad. 1992. Renungan Budaya. Jakarta : Gramedia.
Konisi, La Yani. 2010. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari : JPBS FKIP Unhalu.
Parera, J. D. 2009. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis. Jakarta : Erlangga.
Tarigan, H.G. 1986. Pengajara Sintaksis. Bandung : Angkas.
Usup, HT dkk. 1981. Morfologi dan sintaksis Bahasa Boolang Mongogondrow. Jakarta : DEPDIKBUD.
Verhar, J.M.W. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadja Mada University    Press.
Widawati. C.W. 2010. Farasa. Klausa, Kalimat, Struktur dan Analisisnya. Http://Colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/10/13. 24 Juni 2012.
Widjojosoedarmo, Soekono. 1987. Tata Bahasa Bahasa Indonesia. Surabaya : Sinar Wijaya.
























GERAKAN MASSA SEBAGAI AJANG POLITIK


GERAKAN MASA SEBAGAI AJANG POLITIK

OLEH : IKRAWATI 


       Generasi muda merupakan ujung tombak yang menentukan masa depan bangsa. Sebagaimana Presiden Soeharto menyatakan bahwa “ tanpa ikut sertanya pemuda, bangsa ini tidak akan maju. Bukan saja karena pemuda merupakan lapisan masyarakat yang besar, tetapi yang lebih penting tanpa kegairahan dan kreatifitas pemuda, maka pembangunan bangsa kita dalam jangka panjang akan kehilangan kekuatan pendorongnya dan kehilangan arah kelanjutannya.” Oleh sebab itu, generasi muda harus mengetahui dan mendalami ilmu politik, karena pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan, guna menunjang kelestarian pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik dalam hal ini untuk menuntaskan organisasi kenegaraan bukan politik yang melahirkan gerakan massa yang bersifat anarkis.
      Politik di Indonesia saat ini diwarnai berbagai macam kontroversi, umumnya dilakukan oleh generasi muda terutama mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang intelektul. Dalam memandang negara sebagai negara demokrasi yang menetapkan kekuasaan berada di tangan rakyat, maka kedudukan pemimpin ditentukan oleh rakyat, sehingga kebebasan mengeluarkan pendapat semakin marak di kalangan mahasiswa. Maraknya kebebasan mengeluarkan pendapat ini, berawal dari ketidak puasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang pada akhirnya muncul budaya demonstrasi yang telah menjadi fenomena mutakhir kehidupan Indonesia saat ini. 
     Saat ini demonstrasi telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari khususnya di Sulawesi Tenggara, di mana hampir semua orang bersentuhan dengannya, paling tidak dengan kemacetan lalu lintas yang diakibatkannya. Lebih jauh lagi, demonstrasi telah menjadi komoditi. Proses komodifikasi demonstarsi ini serupa dengan bisnis pesta pengantin, pesta ulang tahun dan semacamnya, tinggal dipilih paketnya: berapa orang, temanya apa, melempar batu atau molotov. Memang demonstrasi  melambangkan mahasiswa yang kritis, mahasiswa yang peduli rakyat, tapi apakah dengan demonstrasi akan merubah semua?
       Gerakan mahasiswa saat ini telah berbeda, masing-masing yang berkepentingan membentuk suatu gerakan untuk mengelurkan aspirasinya yang terkadang bukan hanya untuk kepentingan masyarakat tetapi untuk kepentingan elit politik. Sehingga alhasil yang ada, yang diinginkan masyarakat tidak selalu signifikan. Maka jangan heran kalau masyarakat terkadang  tidak pro dengan gerakan mahasiswa.
       Begitulah kenyataannya, kita tidak tahu kapan aksi ini akan berakhir. Terkadang pemerintah sudah merevisi kebijakannya tetapi ada-ada saja pergolakan untuk melakukan aksi. Hal ini terjadi karena kelompok aksi terjebak dengan kepentingan politik yang lebih sempit dan justru buruk bagi citra gerakan mahasiswa itu sendiri. Kelompok masa yang terjebak dalam gerakan ini biasanya ada harapan-harapan tertentu yang ingin dicapai. Sebagai contoh, adanya gerakan mahasiswa yang ingin menjatuhkan presiden Gus Dur pada saat itu. Kemudian ada juga gerakan para demonstran yang mengamuk akibat tidak mendapat imbalan yang dijanjikan dari kordinator mereka. Demonstran ini berasal dari kelompok yang menamakan diri “ Gema Lapar “. Pada saat itu, sekitar 100 demonstran datang ke gedung MPR/DPR untuk menentang kenaikan harga BBM. Usai berdemonstrasi, mereka merusak sebuah mobil yang diduga mobil milik orang yang menjanjikan mereka memberi bayaran. Perusakan berawal dari kekecewaan sebagian pengunjuk rasa yang belum menerima bayaran, padahal mereka sudah berpanas-panasan. Dari gambaran tersebut, kita dapat menafsirkan bahwa tidak semua gerakan masa yang terorganisir hanya menyurakan aspirasi rakyat, tetapi juga karena ada tendensi politik di dalamnya.
       Merupakan keunikan tersendiri ketika melihat demonstrasi saat ini telah menjadi fenomena di tengah masyarakat. Demonstrasi telah menjadi sebuah media penyaluran aspirasi, penyampaian kritik sosial hingga wujud mosi tidak percaya terhadap pemerintah dengan segala kebijakannya. Mahasiswa sebagai motor sebuah aksi demonstrasi, tak canggung-canggung dengan lantang meneriakkan suara rakyat yang tertindas oleh berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat.
    Berpeluh keringat karena harus berdemonstrasi di bawah terik matahari, mahasiswa tetap bersemangat untuk menyampaikan berbagai tuntutan yang merupakan representasi tuntutan rakyat. Mahasiswa pun rela merogoh kocek mereka untuk membuat berbagai perangkat aksi untuk mendukung aksi mereka. Hmmm....dari mana ya uang untuk membuat berbagai perangkat aksi serta membeli air mineral selama mereka berdemonstrasi? Sebagai pilar demokrasi keempat, mahasiswa masih dipercaya memiliki kemurnian tekad dan tujuan untuk menyampaikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, bagaimana jika mahasiswa menyalahgunakan peranan mereka sebagai agen of change dengan motif tertentu, seperti mendapatkan uang tambahan sebagai peserta demo bayaran? Seharusnya, mahasiswa mempunyai idealisme tinggi. Jangan sampai mahasiswa mendemo dengan niat mencari keuntungan tanpa melihat dan mengkaji apakah yang disuarakan itu adalah sebuah kebenaran atau bukan.
    Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang akan terus membangun dan mengembangkan bangsa. Maka dari itu, jangan sampai mahasiswa melakukan tindakan bodoh dengan melakukan demonstrasi, namun bukan demonstrasi yang murni untuk kepentingan rakyat. Sudah bukan rahasia, jika saat ini kerap terjadi adanya demonstrasi “pesanan” atau masa pendemo tandingan. Demonstrasi tidak lagi murni meneriakkan kepentingan rakyat, namun meneriakkan kepentingan mereka yang memiliki uang dan kekuasaan. Ironisnya, saat ini mahasiswa pun seakan terseret dalam adanya demonstrasi semacam ini. Akibatnya, banyak masyarakat yang sudah tidak simpatik dengan perilaku mahasiswa saat berdemonstrasi yang terkadang liar. mahasiswa mestinya lebih bertanggung jawab dalam menyuarakan pendapat. Mahasiswa juga harus mengerti arah dan tujuan saat mereka melakukan demonstrasi. Mahasiswa harus mampu menjadi contoh yang lebih baik untuk pencerahan bagi masyarakat. Seorang kaum terpelajar, berdemo kok dibayar, itu memalukan. Mahasiswa harus lebih selektif dan bertanggung jawab dengan tujuan yang jelas, yang tidak merugikan pihak lain ketika menyuarakan pendapatnya. Hendaknya, mahasiswa bersuara untuk kepentingan rakyat dan kepentingan bersama. Kalau sampai mahasiswa itu dibayar untuk demo, itu jelas penyimpangan.
itu perlu jika dilakukan dengan tujuan yang jelas, Karena demo menunjukan demokrasi. Jika elemen mahasiswa tidak turun ke jalan untuk berdemo dan hanya berdiam diri di dalam kampus, maka tidak akan ada reformasi dan demokrasi seperti yang kita rasakan sekarang ini. Saya yakin bahwa berdemonstrasi dengan tujuan yang baik dan sesuai koridor-koridor yang berlaku tetap mempunyai manfaat dan demonstrasi turun ke jalan tanpa tujuan yang jelas, mengganggu ketertiban, membuat kerusuhan mungkin itu dikatakan tidak bermanfaat. Kalau saja tetesan keringat, habisnya suara untuk berteriak mengharapkan kebaikan buat negeri ini kenapa harus sia-sia.
      Oleh sebab itu, bentuklah gerakan yang benar-benar menyuarakan aspirasi rakyat, dan  berniat melakukan aksi demi kepentingan rakyat karena demonstrasi itu perlu jika dilakukan tanpa anarkis. Apalah gunanya melakukan demonstrasi hanya untuk mendapatkan amplop yang dapat dinikmati sekejap dengan berpanas- panasan seharian, serta apalah gunanya infestasi politik kalau hanya janji belaka. sebagai mahasiswa teRdidik kita harus menjaga citra kemahasiswa di masyarakat agar kita di pandang sebagai mahasiswa yang intelektual dan mampu membawa bangsa ini menjadi lebih baik di masa mendatang. Jika citra mahasiswa rusak, maka semuanya jadi rusak masyarakat pasti berpikir mau dikemanakan negeri kita nantinya.

CALON SARJANAH TIPE SEWA JASA

CALON SARJANA TIPE SEWA JASA

OLEH : IKRAWATI


       Puncak yang paling menegangkan yang membuat mahasiswa ketakutan, deg-degan, keringat dingin dan bahkan steres, yaitu tahap menghadapi ujian akhir yang biasa disebut dengan ujian skripsi. Skripsi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dan diwajibkan bagi seorang mahasiswa untuk mendapat gelar S1. Suka duka dalam menyusun skripsi mamang tergambar. Pandangan sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian yang lainnya, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan terus menjadi mimpi buruk. Bahkan banyak yang berujar “ lebih baik sakit gigi dari pada buat skripsi “. Sehingga tidak salah para senior mengatakan bahwa “ susahnya masuk kuliah, tapi lebih susah lagi keluarnya “.
      Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh seorang mahasiswa sebelum bisa menulis skripsi. Tiap Universitas atau Fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri. Tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D dan E, IP kumulatif semester tersebut minimal 2,00 dan seterusnya. Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya ditujukan untuk mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tapi menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Realitas sekarang ini kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata lebih cepat menyelesaikan skripsinya dari pada mahasiswa yang di atas rata-rata. Tapi itu hanya selesai mesunnya belum hasil ujiannya.
      Tidak bisa dipungkiri, kegiatan menyusun skripsi merupakan sebuah momok yang menakutkan . jangankan menyelesaikan seluruh proses skripsi, untuk menentukan ide awal dan judul saja, tidak sedikit mahasiswa sudah kebingungan dan bahkan pusing tujuh keliling. Jadi harus butuh kompetensi atau kemampuan mahasiswa, kerja keras, tekun dan sabar. Jika tidak demikian, maka banyak mahasiswa yang malas pusing tidak mau sibuk memilih jalan pintas dengan menyewa orang untuk membuatkan skripsinya yang biasa disebut  “ sewa jasa." Tanpa berpikir resiko yang akan dihadapinya, bahkan mungkin hanya berpikir bahwa zaman sekarang apapun resikonya bisa diselesaikan dengan uang. Realitas, kondisi, dan pola berpikir seperti ini, lambat laun mendorong terciptanya peluang bisnis bagi usaha jasa pembuatan skripsi yang dapat membodohkan generasi penerus. Tapi ironis memang kondisi saat ini dimana jasa-jasa pembuatan skripsi baik yang ditawarkan oleh individu maupu biro jasa semakin menjamur dilingkungan perguruan tinggi. Namun, kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka. Mereka tumbuh subur dan berkembang adalah konsekuensi dari semkin banyaknya mahasiswa yang membutuhkan bantuan tersebut.
      Mungkin ketakutan pertama yang dihadapi oleh mahasiswa paling tidak ada solisinya. Tapi tunggu dulu...! masih ada lagi tahap yang lebih menakutkan yaitu mempertanggung jawabkannya dihadapan para dosen penguji. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi. Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih bahkan yang jenius gagal dalam menghadapi ujian. Di dalam ruang ujian kita sendiri jadi tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, dan bahkan berkeringat yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi. Coba kita bayangkan, mahasiswa yang yang jenius saja sudah demikian , bagaimana dengan mahasiswa yang kemampuannya pas-passan dan skripsinya dibuatkan oleh orang lain, saya kira sangat ironis sekali.
      Jadi, sebaiknya jangan menggunakan jasa pihak ketiga yang akan membantu membuatkan skripsi untuk menolong dalam mengolah data. Upayakan skripsi anda adalah buah tangan sendiri. Jangn takut, kalau dalam perjalanannya benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, maka sampaikan saja pada dosen pembimbing. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu yang penting anda berusah.